Kemenperin: Pengawasan Ketat di PLB dan KB untuk Lindungi Industri Dalam Negeri
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan dukungan terhadap langkah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang akan memperketat pengawasan di Pusat Logistik Berikat (PLB) dan industri di Kawasan Berikat (KB).
Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menekan laju impor produk jadi berharga murah yang selama ini membanjiri pasar domestik dan menggerus daya saing industri nasional.
“Alhamdulillah, kami menyambut baik rencana Dirjen Bea Cukai yang akan lebih memperketat pengawasan di PLB dan KB, khususnya PLB yang selama ini banyak ditengarai digunakan sebagai jalur masuk barang impor legal dan illegal murah masuk ke Indonesia. Kita menyaksikan sendiri bagaimana produk jadi impor murah yang berasal dari negara over production, dibeli melalui platform e-commerce dan bisa mencapai pembeli di dalam negeri dalam waktu singkat. Sebagian barang-barang tersebut diduga sudah berada digudang-gudang PLB,” kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief di Jakarta, Rabu (21/5).
Jubir Kemenperin menegaskan, pengawasan lebih ketat terhadap PLB sangat diperlukan karena barang-barang impor tersebut tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar lainnya yagn berlaku di Indonesia.
Barang impor melalui PLB juga tidak dikenakan ketentuan larangan dan pembatasan (Lartas) atau menjadi barang bebas. Dengan pengetatan pengawasan barang impor di PLB, diharapkan bisa menghentikan masuknya barang impor legal dan ilegal tersebut sehingga tidak mengganggu iklim usaha industri dalam negeri.
“Kami cukup heran juga dengan pernyataan Dirjen Bea Cukai (Pak Askolani) yang menyatakan bahwa PLB ditujukan untuk menarik investasi. Hemat kami, PLB justru mengurangi keinginan investor untuk berinvestasi di industri manufaktur dalam negeri terutama investasi manufaktur yang berada di luar Kawasan Berikat. Kalau mereka bisa memasukkan barang jadi impor mengapa mereka harus berinvestasi bangun industri di Indonesia? Cukup impor saja melalui PLB. Mungkin saja hal ini membuat industri dalam negeri tertekan, akhirnya mengurangi produksi dan bahkan menutup pabriknya yang berujung dengan PHK,” ujar Febri.
Perlu diketahui, PLB merupakan gudang atau fasilitas logistik yang menyediakan layanan penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman barang termasuk produk manufaktur, dengan keuntungan berupa kemudahan dan keringanan pajak. Barang impor yang masuk ke PLB mendapatkan fasilitas berupa penangguhan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) selama barang tidak dikeluarkan ke pasar domestik.
Sedangkan, Kawasan Berikat adalah area khusus yang diatur dengan ketentuan kepabeanan tertentu, yang digunakan untuk kegiatan ekspor-impor dan pengolahan barang. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan internasional, khususnya ekspor, dengan memberikan kemudahan seperti penundaan atau pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), dan biaya lainnya.
Kawasan Berikat pada dasarnya adalah kawasan yang berisi berbagai jenis perusahaan terutama perusahaan industri yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk impor bahan baku dan produk seharusnya di ekspor.
Febri menyatakan, Kemenperin juga telah lama menyuarakan perlunya pengawasan yang lebih ketat di kawasan tersebut untuk pembatasan produk impor. Pasalnya, ada temuan bahwa sejumlah barang yang keluar dari Kawasan Berikat, yang seharusnya ditujukan untuk ekspor justru disalurkan ke pasar domestik.
“Selama ini barang yang keluar dari Kawasan Berikat yang seharusnya untuk tujuan pasar ekspor, tetapi ternyata juga masuk ke pasar domestik. Hal ini tidak adil bagi industri yang berada di luar Kawasan Berikat. Industri di luar Kawasan Berikat tidak mendapatkan fasilitas bea impor bahan baku seperti industri di dalam Kawasan Berikat. Oleh karena itu, wajar produk industri di Kawasan Berikat lebih berdaya saing dibanding produk industri di luar Kawasan Berikat dan ditujukan untuk pasar ekspor. Sudahlah mendapat bea masuk impor bahan baku nol persen, mereka malah dibolehkan menjual produknya di pasar domestik. Tentu produk industri di luar Kawasan Berikat kalah bersaing dengan produk tersebut," imbuhnya.
Hal tersebut juga sesuai dengan masukan dari Komisi VII DPR RI pada saat rapat kerja dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Selasa (29/4) lalu, salah satu poin yang disampaikan adalah mengembalikan fungsi kawasan berikat untuk tujuan ekspor, sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukannya.
Menurut Jubir Kemenperin, pengembalian fungsi tersebut diharapkan memperkuat fungsi PLB dan KB terutama meningkatkan iklim usaha dan daya saing manufaktur dalam negeri yang sedang menghadapi tekanan dari dampak dinamika ekonomi global dan membanjirnya impor produk jadi di pasar domestik.
Sebagai bentuk konkret menjaga daya saing industri dalam negeri, Kemenperin terus memperkuat kebijakan perlindungan pasar domestik terutama pada industri diluar KB. Salah satu strateginya adalah dengan mendorong penguatan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, peningkatan pengawasan terhadap barang-barang impor, serta penguatan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada berbagai sektor industri strategis.
"Permintaan dan penyerapan produk industri di pasar domestik sangat besar, mencapai sekitar 80 persen dari total produk manufaktur. Sisanya, 20 persen diserap oleh pasar ekspor. Ini menjadi potensi yang harus terus dijaga agar tetap dinikmati oleh industri nasional, bukan produk jadi impor," tegas Febri.
Di samping itu, Kemenperin juga sudah mengusulkan pemindahan pintu masuk impor ke wilayah timur Indonesia, khususnya untuk komoditas tertentu yang sudah diproduksi di dalam negeri.
Pemindahan pintu masuk impor ini diharapkan dapat menghambat masuknya barang yang sudah diproduksi di dalam negeri ke pasar domestik, sehingga industri dalam negeri dapat lebih terlindungi. Adapun wilayah pelabuhan yang diusulkan, antara lain di Bitung, Sulawesi Selatan dan Sorong, Papua Barat.
“Kemenperin aktif untuk terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait dalam upaya mendorong sinergi pengawasan barang impor di pasar domestik. Langkah ini penting untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan bagi industri dalam negeri,” ujar Febri.
Dengan pengawasan yang lebih ketat di PLB dan Kawasan Berikat melalui langkah-langkah perlindungan lainnya, diharapkan industri dalam negeri semakin mampu bersaing dan memenuhi kebutuhan pasar domestik secara optimal.
“Kami optimistis apabila kebijakan ini terutama pengawasan lebih ketat untuk PLB dan pengembalian fungsi Kawasan Berikat dapat terlaksana dengan baik sesuai rencana dan targetnya, serta juga didukung koordinasi yang tepat, kinerja industri manufaktur akan bangkit lebih baik lagi untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.