Teken Deklarasi dengan Unpad, Prodi Kedokteran di President University Bakal Segera Terwujud
INDUSTRY.co.id - Cikarang - Rencana President University (PresUniv) untuk mendirikan Program Studi (Prodi) Kedokteran maju selangkah lagi. Ini seiring dengan ditandatanganinya Deklarasi Pembinaan/Pendampingan dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) dalam rangka pendirian Prodi Kedokteran di PresUniv.
Deklarasi itu ditandatangani oleh Rektor PresUniv Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto dengan Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, Sp.OG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Unpad. Penandatanganan Deklarasi berlangsung di Jababeka Golf & Country Club, Cikarang, Bekasi, Minggu (26/9).
Hadir dalam acara penandatanganan Deklarasi tersebut Dr. (HC) SD Darmono, Chairman Grup Jababeka yang juga pendiri PresUniv, dan Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, DEA, Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Presiden.
Dari jajaran PresUniv, hadir Handa S. Abidin, S.H., LL.M., Ph.D. selaku Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan, dan Dr. Dra. Fennieka Kristianto, S.H., M.H., M.A., M.Kn. Sementara, dari Universitas Padjajaran hadir dr. Irvan Afriandi, MPH.,Dr.PH, Wakil Dekan bidang Sumber Daya dan Organisasi, dr. Dwi Agustian, MPH, Ph.D, Manajer Riset, Inovasi & Kemitraan, serta Prof. Dr.med. dr. Tri Hanggono Achmad yang juga Rektor Unpad periode 2015-2019.
Deklarasi tersebut memuat beberapa klausul yang akan dituangkan lebuh detail dalam Perjanjian Kerja Sama antara PresUniv dengan Unpad. Klausul tersebut mencakup penyusunan dokumen perjanjian kerja sama; pendampingan dari Fakultas Kedokteran, Unpad, dalam penyusunan dokumen pendirian Prodi Kedokteran PresUniv; pendampingan dalam penyusunan kurikulum dan pengembangan sumber daya akademik; dan pengembangan sistem kesehatan akademik di kawasan industri Jababeka untuk mendukung kegiatan Tri Dharma perguruan tinggi.
Dalam sambutannya terkait Deklarasi tersebut, SD Darmono berharap Prodi Kedokteran di PresUniv akan tumbuh berbeda dari yang pendidikan kedokteran yang lain.
"Saya harap Prodi Kedokteran di PresUniv akan berstandar internasional. Jadi, kelak akan banyak orang asing yang berobat di sini. Bukan sebaliknya, orang Indonesia yang malah berobat ke luar negeri," katanya.
Sementara, Prof. Jony mengungkapkan, dengan ditandatanganinya Deklarasi ini, rencana PresUniv untuk mendirikan Prodi Kedokteran, yang sebetulnya sudah digagas sejak lama, kini maju selangkah lagi.
"Saya berharap setelah ini proses-proses berikutnya dapat berlangsung lebih cepat, sehingga keinginan PresUniv untuk memiliki Prodi Kedokteran dapat segera terwujud," kata Prof. Jony.
Dr. Yudi Mulyana dalam sambutannya mengatakan, pihaknya sudah memiliki banyak pengalaman dalam membangun Fakultas Kedokteran.
"Dalam perjalananannya memang tidak ada yang ideal. Untuk kali ini, dalam pendirian Prodi Kedokteran di PresUniv, saya berharap langkah demi langkah yang akan kami tempuh bisa sesuai dengan kaidah," katanya.
Kendala Moratorium
Sebagaimana diungkapkan Prof. Jony, PresUniv sudah sejak lama ingin mendirikan Prodi Kedokteran. Namun, keinginan tersebut masih terkendala oleh kebijakan moratorium pendidikan kedokteran yang ditetapkan sejak tahun 2016 oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Menurut Menteri Ristekdikti ketika itu, Mohammad Nasir, moratorium terpaksa ditempuh akibat masih adanya fakultas atau program studi kedokteran yang bermasalah. Di antaranya, standar kelulusan dalam Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) yang masih dibawah standar.
“Masih ada Fakultas Kedokteran swasta yang hanya mampu meluluskan 18% dari seluruh mahasiswanya dalam UKMPPD,” ungkap Nasir.
Angka tersebut jauh di bawah harapan pemerintah yang ingin presentasenya mencapai 60%.
Alasan lainnya adalah masih banyaknya Fakultas atau Prodi Kedokteran yang terakreditasi C. Menurut Konsul Kedokteran Indonesia (KKI), saat ini di seluruh Indonesia ada 89 Fakultas Kedokteran. Sebanyak 38 fakultas berada di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 51 di Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Dari seluruh fakultas tersebut, yang terakreditasi A baru 22, terakreditasi B ada 45, dan terakreditasi C sebanyak 22 fakultas.
Selain itu juga masih banyak Fakultas Kedokteran yang belum memenuhi syarat ketersediaan tenaga pendidik atau dosen kedokteran, dan beberapa persyaratan lainnya. Maka, menurut KKI, moratorium diperlukan agar untuk meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran.
Sebaran Dokter Belum Merata
Masalah lainnya adalah rasio dokter dibandingkan dengan jumlah penduduk, termasuk distribusinya, yang sangat timpang. Merujuk data Kementerian Kesehatan tahun 2019, Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara memiliki 6-7 dokter umum untuk setiap 10.000 penduduknya. Sementara tetangga dekatnya, Provinsi Banten dan Jawa Barat, hanya memiliki 1 dokter umum untuk setiap 10.000 penduduk.
Potret serupa juga terjadi di Provinsi Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku. Bahkan Provinsi Jawa Tengah hanya memiliki 1-2 dokter per 10.000 penduduk.
Standar minimal World Health Organization (WHO) memang hanya menetapkan 1 dokter per 10.000 penduduk. Dalam kondisi biasa, jumlah dokter di Indonesia sudah memenuhi standar organisasi kesehatan dunia tersebut. Namun, dengan standar yang minimal, jika terjadi pandemi atau bencana kesehatan lainnya, seperti pandemi Covid-19, jumlah dokter yang sangat terbatas, termasuk juga keterbatasan tenaga kesehatan dan fasilitasnya, tentu akan sangat menyulitkan penanganan.
Akibatnya akan banyak pasien yang tidak tertolong, termasuk dari kalangan dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Itulah potret yang terjadi selama pandemi Covid-19 di Indonesia dan banyak negara lainnya.
Maka, belajar dari kasus pandemi Covid-19, menambah jumlah dokter dan tenaga kesehatan, termasuk fasilitas pendukungnya, kini menjadi kebutuhan.
Moratorium pendidikan kedokteran yang ditetapkan pemerintah sudah layak untuk dikaji kembali. Jangan sampai ada kasus pandemi, seperti pandemi Covid-19 yang menelan banyak korban jiwa sebagai akibat kurangnya jumlah dokter, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, berulang kembali.
Ikut Mewujudkan Kota Sehat
Prof. Jony memaparkan bahwa Prodi Kedokteran yang digagas PresUniv memiliki perbedaan dengan prodi-prodi atau Fakultas Kedokteran lainnya. Ini mengingat lokasi kampus PresUniv yang berada di tengah-tengah kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara, yakni kawasan industri Jababeka.
“Dengan adanya Prodi Kedokteran, PresUniv akan dapat mendukung terciptanya Kota Sehat di kawasan industri Jababeka, Cikarang. Ini penting, sebab di kawasan industri tersebut ada sekitar 2.000 perusahaan nasional dan internasional dari 30 negara di dunia. Jadi, keberadaan Prodi Kedokteran menjadi sangat diperlukan,” ungkap Prof. Jony.
Program perkuliahan di PresUniv juga menggunakan bahasa Inggris. Maka, dokter-dokter lulusan PresUniv juga akan fasih berbahasa Inggris.
Saat ini kemampuan berbahasa Inggris sangat penting. Banyak jurnal, publikasi ilmiah atau event berskala internasional yang menggunakan bahasa Inggris. Kemampuan berbahasa Inggris juga diperlukan bagi mahasiswa atau lulusan PresUniv yang ingin memperluas jejaringnya sampai tingkat internasional. Dengan begitu, peluang mahasiswa dan lulusan Prodi Kedokteran PresUniv untuk mengembangkan diri menjadi sangat terbuka.
Bahkan, dengan kemampuannya berbahasa Inggrisnya, peluang bagi lulusan Prodi Kedokteran PresUniv untuk berkarier dalam bidang kedokteran di luar negeri juga menjadi sangat terbuka. Jadi, kelak kualitas ekspor tenaga kerja Indonesia akan meningkat. Indonesia akan mampu mengekspor tenaga kerja yang terdidik, bukan hanya tenaga kasar.
Sejalan dengan visi SD Darmono sebagai pendiri, PresUniv selalu merekrut mahasiswa dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Harapannya, setelah lulus, mahasiswa akan kembali untuk membangun daerahnya.
Hal yang sama juga akan diterapkan untuk Prodi Kedokteran. Harapannya sama, yakni setelah lulus dari Prodi Kedokteran PresUniv, mereka akan kembali dan berkarier di daerahnya. Dengan cara seperti ini, PresUniv akan ikut membantu mengatasi ketimpangan distribusi dokter di berbagai daerah.