Justice Without Borders Mungkinkan PRT Migran Indonesia Peroleh Keadilan dari Bentuk Eksploitasi dan Pelecehan

Oleh : Hariyanto | Selasa, 15 Desember 2020 - 14:25 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran Indonesia yang pulang dari Singapura dan Hong Kong, yang telah menjadi korban eksploitasi atau pelecehan, kini memiliki jalan lain untuk mengajukan tuntutan perdata terhadap pelakunya. Hal ini berkat upaya Justice Without Borders (JWB), organisasi nirlaba regional yang terbukti berhasil menyelesaikan gugatan perdata lintas batas bagi para pekerja migran.

 

Kali ini, JWB meluncurkan kampanye publisitas #PercayaBersama, menggunakan media tradisional dan sosial, untuk lebih meningkatkan kesadaran tentang bagaimana pekerja migran Indonesia dapat mencari bantuan untuk bantuan hukum lintas batas, bahkan setelah mereka kembali pulang ke negara asal mereka.

 

“Setiap tahun, ribuan PRT migran Indonesia pulang ke rumah setelah menyelesaikan kontrak mereka atau setelah pemutusan hubungan kerja oleh majikan mereka. Di antara mereka, banyak yang mengalami eksploitasi atau pelecehan saat bekerja di luar negeri. Sayangnya, sebagian besar tidak mengejar keadilan setelah kembali ke rumah. Ini karena mereka tidak tahu harus kemana mencari bantuan hukum saat kembali ke Indonesia. Sebagian besar tidak percaya bahwa ini merupakan hal yang masih dapat diupayakan,” kata Eva Maria Putri Salsabila, Legal Officer JWB Indonesia, Selasa (15/12/2020).

 

Dia mengatakan, sejak dimulai pada 2017 di Indonesia, JWB telah menyaring lebih dari 500 kasus yang melibatkan PRT migran Indonesia, dan mewakili banyak klien untuk mendapatkan kompensasi, mulai dari 3 hingga 24 bulan setara dari gaji mereka, yang dapat mereka dapatkan bahkan di kampung halaman.

"Keberhasilan kasus kami menunjukkan bahwa litigasi lintas batas merupakan hal yang amat mungkin! Kampanye #PercayaBersama JWB berupaya untuk mengedukasi lebih banyak PRT migran Indonesia di Singapura dan Hong Kong tentang hal ini. Kami percaya bahwa jika ada lebih banyak kesadaran tentang topik ini di antara komunitas pekerja migran dan pemangku kepentingan, maka hal tersebut merupakan hal yang lumrah untuk diperbincangkan, sehingga akan ada lebih banyak lagi PRT migran Indonesia yang maju untuk mengejar keadilan bagi diri mereka sendiri," tambahnya.

 

Migrasi tenaga kerja adalah fenomena global yang menguntungkan negara tuan rumah dan negara asal. Saat ini, terdapat lebih dari 300.000 PRT migran asal Indonesia yang bekerja di Singapura dan Hong Kong saja, dan ada lebih dari dua kali lipat dari jumlah tersebut yang telah pulang. Upah yang diperoleh para pekerja rumah tangga, yang sebagian besar adalah perempuan, merupakan sumber kehidupan penting bagi keluarga dan komunitas mereka di kampung halaman. 

Sayangnya, para perempuan ini menghadapi kerentanan yang signifikan terhadap beberapa bentuk eksploitasi terburuk di tempat kerja; termasuk upah yang minim, bayaran ilegal, kondisi kerja yang berbahaya, kurungan, jeratan hutang, kerja paksa, penyerangan, dan bahkan pelecehan seksual.

 

Meskipun yurisdiksi tuan rumah seperti Singapura dan Hong Kong memiliki aturan hukum yang kuat, pekerja migran diwajibkan untuk tetap berada di negara tersebut bila mereka akan mengajukan klaim mereka di pengadilan setempat.

Dalam kurun waktu pengajuan tuntutan ini, mereka tidak dapat bekerja atau mendapatkan gaji, dan ditempatkan di tempat penampungan yang jauh dari keluarga dan orang yang dicintai. Jadi, ketika proses litigasi perdata berlangsung selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun, kebanyakan dari mereka merasa sangat sulit untuk tetap berada di negara tuan rumah untuk mencari keadilan.

 

Sayangnya, sistem bantuan hukum di Hong Kong dan Singapura tidak dapat menjangkau para pekerja ini ketika mereka kembali ke Indonesia karena mereka tidak memiliki jaringan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung akses pekerja ini terhadap sistem keadilan di sana.

Karena itu, banyak pekerja yang akhirnya melepaskan haknya sama sekali. Pada saat yang sama, kejahatan yang dilakukan oleh oknum di negara tempat PRT migran ini bekerja paham bahwa mereka akan selalu terbebas dari jeratan hukum dan tanggung jawab begitu mereka mengirim pekerja mereka pulang.

 

Justice Without Borders didirikan untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan kantor di Singapura, Indonesia, dan Hong Kong, JWB menyediakan jalur kehidupan berkelanjutan untuk bantuan hukum dengan menumbuhkan komunitas yang membuat akses internasional terhadap keadilan menjadi nyata diantaranya  Membangun Jaringan mitra tepercaya di negara asal dan tuan rumah, Membangun Pengetahuan tentang metode litigasi transnasional,  serta Mengembangkan keterampilan praktis dalam mengidentifikasi kasus potensial dan melakukan tindakan hukum

 

“Sejak 2018, Kementerian Luar Negeri RI telah bekerja sama dengan Justice Without Borders. Kemitraan strategis ini bertujuan untuk membantu pekerja migran Indonesia mendapatkan hak-hak mereka, sekalipun mereka telah kembali ke tanah air. Kami memandang kepakaran JWB dalam menangani litigasi perdata lintas batas merupakan elemen penting dalam kerja sama ini," kata Wina Retnosari, Kasubdit Kelembagaan dan Diplomasi Perlindungan, Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Kemlu RI.

 

"Pengalaman dan jejaring kerja mereka yang kuat dalam memberikan layanan pro bono bagi korban eksploitasi merupakan modal kunci dalam mendorong terwujudnya keadilan bagi pekerja migran Indonesia di Singapura dan Hong Kong. Ke depan, harapan kami, kita bisa segera melaksanakan program kerja bersama, khususnya dalam hal penguatan kapasitas rekan-rekan diplomat kita di Singapura dan Hong Kong. Pemahaman mengenai sistem hukum, termasuk litigasi perdata lintas batas, akan sangat membantu para diplomat dalam melaksanakan tugas-tugas pelindungan bagi PMI di kedua wilayah tersebut," tambahnya.

Kampanye #PercayaBersama merupakan kampanye publik pertama JWB ke PRT migran Indonesia dan masyarakat umum. Kampanye ini dikembangkan bersama Cognito dan Media Buffet, rekan agensi pro bono JWB. Kampanye ini menampilkan video salah satu kasus sukses berdasarkan pada kisah nyata yang melibatkan PRT migran Indonesia di Singapura yang dilecehkan dan dianiaya. Melalui penggunaan media sosial, JWB berharap masyarakat Indonesia dapat menyebarkan berita bahwa akses keadilan lintas batas dimungkinkan.

“Meski kami hadir di Indonesia sejak 2017, banyak pekerja migran Indonesia yang belum mendengar tentang kami. Melalui kampanye ini, kami berharap JWB semakin dikenal di kalangan PRT migran Indonesia yang bekerja di Singapura dan Hong Kong. Sehingga, ketika mereka berpikir tentang tuntutan perdata yang ingin mereka tuntaskan sebelum pulang ke rumah, JWB akan terlintas di benak mereka,” kata Afina Nurul Faizah, Humas JWB Indonesia.