Menperin Agus Pacu Industri Batik RI Semakin Produktif dan Inovatif
INDUSTRY.co.id - Jakarta, Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang berkontribusi besar pada perekonomian nasional. Warisan budaya tak benda yang telah diakui UNESCO sejak 2009 ini, menunjukkan potensi pasar global yang harus dimaksimalkan seiring dengan berkembangnya inovasi desain dan teknologi yang digunakan oleh para perajin dan pengusaha batik di tanah air.
“Batik tidak lagi dipandang sebagai pakaian seremonial semata, tetapi telah menjadi bagian dari identitas generasi muda Indonesia. Kondisi ini jadi peluang strategis bagi industri batik untuk memperkuat pasar domestik melalui inovasi desain, peningkatan kualitas produk, serta strategi pemasaran yang relevan dengan perkembangan zaman dan menuju Indonesia emas 2045,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Kick-Off Hari Batik Nasional 2025 di Jakarta, Rabu (25/6).
Menperin mengungkapkan, kinerja ekspor batik pada triwulan I tahun 2025 mencatatkan nilai sebesar USD7,63 juta atau naik 76,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebesar USD4,33 juta. Berdasarkan Direktori Sentra BPS tahun 2020, pelaku industri batik di Indonesia berjumlah sekitar 5.946 industri dan 200 sentra IKM yang tersebar di 11 provinsi.
“Data tersebut semakin menegaskan bahwa batik berperan besar dalam ekonomi Indonesia dan menjadi sumber mata pencaharian khalayak banyak,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus memacu pengembangan industri batik agar semakin produktif dan inovatif.
Guna mencapai sasaran tersebut, Kemenperin aktif berkolaborasi dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI), untuk mempercepat transformasi industri batik agar semakin adaptif terhadap perkembangan zaman melalui inovasi dan penerapan teknologi.
“Kami mengimbau agar perajin dan pengusaha (IKM) batik agar senantiasa jeli melihat peluang di pasar domestik dan luar negeri, terutama untuk konsumen generasi muda,” ungkap Menperin.
Adapun inovasi dan teknologi industri batik yang kini sedang berkembang antara lain penggunaan kompor listrik batik, pengolah limbah cair skala kecil, katalog digital pewarna alam (Natural Dyes Indexation/NADIN), mesin motif batik digital, penerapan PLC (Programmable Logic Controller) untuk batik cap, dan pemanfaatan limbah sawit untuk pembuatan malam (lilin batik), serta pewarna alami.
“Penerapan inovasi dan teknologi pada industri batik akan berdampak signifikan terhadap penurunan biaya produksi dan konsumsi energi, hingga mendukung industri batik menjadi lebih berkelanjutan (sustainable) dan ramah lingkungan,” tutur Agus.
Kendati demikian, Menperin juga mengingatkan agar penerapan teknologi dan inovasi tetap dilakukan dengan berhati-hati dan bertanggung jawab, supaya nilai-nilai tradisional batik tetap terjaga sekaligus lebih ramah lingkungan. Sebagai contoh, IKM Batik Butimo yang telah menghasilkan terobosan mesin CNC (Computer Numerical Control) Batik.
“Mesin ini tidak hanya dapat mempercepat produksi batik, tetapi juga mempertahankan kaidah proses produksi batik yang benar,” jelasnya. Selain IKM Batik Butimo, Agus juga mengapresiasi Startup Runsystem yang telah menciptakan ERP (Enterprise Resource Planning) yang membantu manajemen rantai pasok IKM batik.
Dalam implementasinya, penerapan teknologi dan inovasi di kalangan IKM batik masih terhalang oleh sejumlah tantangan, seperti terbatasnya akses teknologi dan rendahnya kesadaran untuk memanfaatkan teknologi tersebut.
“Oleh karena itulah, Kemenperin bersama YBI mengangkat inovasi dan teknologi sebagai tema dalam perayaan Hari Batik Nasional 2025. Ini wujud komitmen kami untuk mendorong transformasi Industri Batik yang lestari secara budaya, ramah lingkungan, sekaligus berdaya saing global,” ujar Agus.
Ketua Umum Yayasan Batik Indonesia (YBI) Gita Pratama menyampaikan, perubahan zaman yang begitu cepat menuntut pelaku industri untuk terus beradaptasi, termasuk di sektor batik. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi, mulai dari digitalisasi proses produksi hingga penguatan platform pemasaran, bukan lagi pilihan tetapi langkah yang perlu diambil bersama.
“Namun sesungguhnya, keberlanjutan tidak hanya soal teknologi, tetapi juga tentang menjaga nilai, merawat kesinambungan tradisi, dan memastikan keterlibatan generasi muda. Di sinilah GBN dan HBN mengambil peran penting sebagai ruang bertemunya tradisi dan transformasi,” jelasnya.