Kembali Telan Pil Pahit, Pembatasan Alokasi Gas Bikin Industri Keramik Berdarah-darah
INDUSTRY.co.id - Jakarta – Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) sangat menyayangkan penerapan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 76 Tahun 2024 untuk sektor 7 industri tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pasalnya, industri keramik sepanjang bulan Januari – April 2025 kembali menelan pil pahit setelah PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menerapkan besaran presentase Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) yang semakin turun baik di Jawa bagian Barat maupun Jawa bagian Timur.
“Industri semakin tertekan dengan besaran AGIT bulan April 2025 untuk industri HGBT di Jawa Barat sebesar 65,3% dan Jawa Timur sebesar 48,8%,” kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto saat ditemui di Tangerang (8/5).
Menurutnya, kebijakan semena-mena dari PGN tersebut telah menggerus daya saing industri keramik nasional, dimana industri harus berproduksi dengan rata-rata biaya gas naik menjadi lebih dari USD 8 MMBTU, artinya 15% lebih mahal dari kebijakan HGBT.
“Sangat disayangkan terlebih untuk Jawa bagian Timur yang seharusnya tidak ada kendala tentang supply gas namun diinfokan adanya gangguan di hulu yang membutuhkan waktu perbaikan sampai dengan bulan Oktober mendatang,” terangnya.
Oleh karena itu, Asaki mendesak agar pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM turun langsung untuk menengahi masalah defisit pasokan gas, karena industri tidak mungkin bertumbuh tanpa kelancaran pasokan gas.
“Industri juga tidak mungkin bisa bertahan hidup dengan harga regasifikasi gas sebesar USD 16,77 per MMBTU yang dikenakan oleh PGN,” tegas Edy.
Dirinya menyebut bahwa ketidakpastian supply gas dan mahalnya harga surcharge atau regasifikasi tentunya merusak iklim investasi dan kepastian berusaha di Indonesia, sehingga menggangu road map industri keramik nasional yang telah merencanakan ekspansi kapasitas dari 625 juta m2 per tahun menjadi 718 juta m2 per tahun di akhir tahun 2026, serta meningkatkan kapasitas produksi menjadi 850 juta m2 per tahun di tahun 2030.
Berdasarkan catatan Asaki, tingkat utilisasi industri keramik pada kuartal I tahun 2025 telah menunjukkan perbaikan atau meningkat ke level 75% disbanding rata-rata tahun 2024 yang berada di angka 65%.
“Kami (Asaki) di awal tahun 2025 memproyeksi tingkat utilisasi produksi keramik di level 85% setelah mendapatkan dukungan pemerintah yakni PMK BMAD, BMTP dan kebijakan SNI Wajib untuk keramik. Namun, dengan gangguan supply gas dari PGN membuat posisi industri keramik ‘Maju Mundur Kena’,” tutup Edy.