Revisi Permendag 16/2025 Kembali Muncul, Kemenperin Akui Kaget
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara soal permintaan untuk merevisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 yang membebaskan impor etanol tanpa izin khusus (persetujuan impor atau PI).
Kementerian Perindustrian mengaku akan mempelajari terlebih dahulu aturan tersebut.
"Kami kaget itu menjadi isu, dan kami juga kaget kenapa ada kebijakan seperti itu. Sedang kami telusuri, apakah kami ikut dalam pembuatan kebijakan itu atau tidak. Kami akan tinjau dulu ya,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam prinsipnya Kemenperin berpijak pada data permintaan dan kebutuhan atau supply-demand, jadi bakal menghitung kebutuhan terlebih dulu, misal produk etanol kebutuhan dalam negeri berapa industri yang menggunakan.
"Kalau sudah ada angkanya kita lihat yang memproduksi etanol berapa banyak dan total produksinya sesuai atau mencukupi ngga? Kalau ngga mencukupi bisa dibuka dengan impor," kata Febri.
Meski demikian, bukan berarti impor juga bebas dilakukan lewat aturan ini. Perlu ada perhitungan yang matang sebelum melakukan impor.
"Tapi seandainya impor harus dikendalikan juga, jangan sampai impor lebih banyak dibanding kebutuhan, kalau itu terjadi maka kita kebanjiran impor, kalau kebanjiran, itu membuat industri di hulu menderita," sebut Febri.
"Kalau butuhnya 100, industri di hulunya bisa memproduksi berapa. Kalau dia bisa memproduksi 70, berarti kan ada selisih 30. Nah 30 itu impor. Itu menurut kami perlu dikendalikan impornya. Kalau kemudian dibebaskan jadi impor bebas, bukan 30 yang akan masuk ke domestik. Bisa juga 100. Kalau 100 ditambah 70, itu 170. Sementara kebutuhannya 100. Maka itu namanya banjir pasar domestik. Kalau kebanjiran itu akan membuat industri di hulunya penghasil bahan baku itu juga menderita,” paparnya.
Tapi di sisi lain, Febri juga meminta ekosistem di hulu atau penghasil bahan baku itu juga memproduksi produk yang berdaya saing. Jangan sampai, kata dia, industri hulu memproduksi produk yang tidak berdaya saing sehingga membuat industri hilirnya juga menderita.
“Harus membeli bahan baku misalkan yang kualitasnya kurang bagus atau dengan harga yang tidak kompetitif,” ujarnya.
Untuk itu, Febri kembali menekankan perlu dilihat dulu antara kebutuhan dan kemampuan dalam negeri terkait revisi Permendag 16/2025 tersebut. Sebab, kata dia, memang perlu menjaga keseimbangan demand di hilir dengan ekosistem industri yang ada di hulu.
“Menjaga keseimbangannya itu mempertimbangkan daya saing produk atau bahan baku yang dihasilkan oleh industri hulu,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Permendag No 16/2025 ini merupakan satu dari 9 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang diterbitkan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, untuk mengganti ketentuan-ketentuan dalam Permendag No 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag No 8/2024 sebelumnya masuk dalam daftar hasil deregulasi tahap I yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto.
Pasal 96 Permendag ini menetapkan, "Peraturan Menteri ini berlaku setelah 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan." Tercantum, Permendag No 16/2025 ditetapkan tanggal 30 Juni 2025 oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso. Artinya, Permendag ini bakal resmi berlaku besok, Jumat, 29 Agustus 2025.