Ada Putusan Pansel DK LPS Dinilai Melanggar Hukum, Pengamat: Bisa mengganggu Independensi LPS ke Depan
INDUSTRY.co.id, Yogyakarta – Proses seleksi calon Ketua dan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (DK LPS) menuai sorotan publik. Hal itu karena proses yang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi (Pansel) pimpinan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dinilai cacat hukum.
Pelanggaran hukum dari proses seleksi di Pansel antara lain, adanya calon yang mendaftar sebagai Anggota Dewan Komisioner, yakni Dwityapoetra Soeyasa Besar. Dia mengaku mendaftar sebagai calon anggota, tetapi oleh Pansel malah dimasukkan sebagai Calon Ketua Dewan Komisioner LPS.
Pansel juga dinilai melanggar karena meloloskan dua dari tiga kandidat calon Anggota Dewan Komisioner LPS yang tidak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pejabat eksekutif di perusahaan jasa keuangan, saat mengikuti pendaftaran dan seleksi.
Pengamat Ekonomi dari UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, baru-baru ini mengatakan keputusan Pansel yang cacat hukum itu sangat berbahaya, karena bisa menjebak Presiden ikut melanggar hukum.
"Ini menjerumuskan Presiden, jika hasil seleksi di Istana, tetap meloloskan nama-nama yang bermasalah itu ke DPR," kata Maruf.
Dia menduga, nama-nama yang diduga melanggar hukum itu sengaja diloloskan, karena tim di Pansel sendiri berasal dari unsur Kemenkeu, OJK dan BI serta profesional yang terafiliasi kelompok-kelompok tertentu yang mencoba mengangkangi sektor keuangan.
"Kalau dulu ada mafia Barkeley, sekarang ada gang Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang diduga berupaya menguasai sektor keuangan, " kata Maruf.
Hal itulah kata Maruf yang membuat Pansel sulit independen, padahal mereka juga yang membuat aturan, tetapi di saat yang sama mereka melanggar aturan yang mereka buat. Jadi bagaimana negara mau maju seperti cita-cita Presiden kalau kita tidak bisa mewariskan hal-hal positif ke generasi muda," kata Maruf.
Oleh sebab itu, dia meminta agar para calon yang telah dinyatakan lulus oleh Panitia Seleksi (Pansel) dan akan diajukan ke Presiden segera mengundurkan diri dari jabatan eksekutif yang masih mereka emban saat ini atau mundur dari seleksi.
Lebih lanjut, dia menerangkan keberadaan calon anggota yang masih aktif di lembaga perbankan maupun asuransi berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, terutama ketentuan yang tidak diubah dalam UU P2SK.
“Dalam menjalankan tugasnya, proses pemilihan DK LPS harus tunduk dengan UU LPS yang masih berlaku, tidak boleh melanggar aturan yang ada,” tegas Maruf.
Ia merujuk pada Pasal 66 ayat (2) UU 24/2004 yang menyebutkan bahwa anggota Dewan Komisioner LPS harus bertugas secara penuh waktu dan tidak diperbolehkan menduduki jabatan eksekutif di tempat lain, kecuali dalam konteks penugasan resmi atau kegiatan sosial. Selain itu, Pasal 67 huruf (i) menegaskan bahwa calon anggota DK LPS tidak boleh menjabat sebagai konsultan, pegawai, pengurus, atau pemilik bank dan perusahaan asuransi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan pengumuman Pansel DK LPS, dua dari tiga nama calon anggota yang dinyatakan lulus untuk posisi Anggota DK LPS Bidang Program Penjaminan dan Resolusi Bank periode 2025–2030 masih aktif di perusahaan keuangan, yaitu Agresius R. Kadiaman (Risk Management and Compliance Director PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk), dan Ferdinan Dwikoraja Purba (Komisaris Independen PT Asuransi Jasa Tania Tbk). Sedangkan, satu calon lainnya yaitu dan Teguh Supangkat saat ini menjabat sebagai Deputi Komisioner Pengawas Konglomerasi Keuangan, OJK.
Sedangkan, kandidat yang tadinya mendaftar sebagai calon anggota dan oleh Pansel diusulkan jadi Calon Ketua Dewan Komisioner adalah Dwityapoetra Soeyasa Besar yang saat ini masih menjabat sebagai Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan, dan Statistik LPS. Sebelum bergabung di LPS, Dwityapoetra lama meniti karir di Bank Indonesia. Sedangkan, calon lainnya adalah Muhammad Iman Nuril Hidayat Budi Pinuji, yang saat ini Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Iman Nuril yang merupakan jebolan STAN itu, juga pernah lama berkarir di LPS saat lembaga tersebut masih dipimpin Fauzi Ichsan.
Terakhir, Purbaya Yudhi Sadewa yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner LPS.
Purbaya teknokrat ekonomi yang merupakan alumni Teknik Elektro ITB, meraih gelar Master of Science (MSc) dan gelar Doktor di bidang Ilmu Ekonomi dari Purdue University, Indiana, Amerika Serikat, sudah memiliki segudang pengalaman dan reputasi dalam perekonomian nasional. Selain pernah memimpin Danareksa, dia juga pernah jadi Deputi di KSP, Kemenko Perekonomian dan Kemenko Marinvest.
Jaga Independensi
Maruf juga menekankan, selain calon harus memenuhi syarat hukum, penting juga menjaga independensi LPS, terlebih karena unsur Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Keuangan sudah memiliki keterwakilan melalui pejanat ex officio dalam struktur DK LPS.
“Independensi mutlak diperlukan agar LPS tidak memiliki konflik kepentingan dengan lembaga lain dan tetap menjadi institusi yang kredibel dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional,” jelasnya.
Maruf pun mengingatkan pentingnya mempertimbangkan rekam jejak, kompetensi, dan profesionalisme dalam pemilihan calon Ketua dan anggota DK LPS agar lembaga ini dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
“Figur yang dicari untuk posisi ini tidak hanya harus profesional dalam bidang keuangan dan investasi, tetapi juga harus memiliki integritas serta sikap merdeka—tidak tunduk pada kepentingan-kepentingan di luar mandat lembaga,” ujarnya.
Maruf mengingatkan bahwa banyak persoalan yang menimpa pejabat publik berakar dari proses seleksi yang tidak alami, bahkan cenderung transaksional. Karena itu, ia berharap pemilihan Ketua dan anggota DK LPS kali ini betul-betul bersih dan berlandaskan pada amanah undang-undang.
“Semoga pimpinan LPS tetap menjaga lembaga ini seperti saat ini yaitu sebagai penjamin simpanan yang kredibel dan independen sebagaimana mandat undang-undang,” tutupnya.
Dalam kesempatan terpisah, Guru besar bidang Ilmu Ekonomi Moneter dan Perbankan Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan, pejabat pelaksana pelayanan publik memang dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha,. Hal.itu karena berpotensi terjadi konflik kepentingan, di satu sisi dia sebagai regulator yang melakukan pengawasan, di sisi lain dia sebagai pelaku industri.
Sebab itu, kalau calon tertentu dari pelaku industri berminat menduduki jabatan di lembaga pengatur (regulator) sebaiknya mengundurkan diri terlebih dahulu. Apalagi, sudah ada UU yang mengatur mekanismenya.
Dia juga sepakat kalau proses seleksi yang melanggar hukum tetap dilanjutkan, maka hasilnya akan cacat hukum dan berdampak tidak baik pada kinerja lembaga dan perekonomian secara umum. Apalagi, kalau proses seleksi itu melanggar hukum dengan maksud menempatkan figur-figur yang ditunggangi kepentingan-kepentingan terselubung.