Konferensi APSAT 2025 Membangun Kolaborasi Industri Satelit untuk Menjaga Kedaulatan Digital
INDUSTRY.co.id, Jakarta-Dijadwalkan Besok Senin 2 Juni 2025, Asosiasi Satelit Seluruh Indonesia (ASSI) akan menggelar acara konferensi tahunan ke-21 Asia Pacific Satellite Conference (APSAT).
Dalam bincang-bincang dengan media di Jakarta, Sabtu (31/05/2025), para pengurus ASSI berbicara banyak soal perkembangan dan keberadaan dunia satelit Indonesia di tengah kehadiran satelit asing dengan beragam kekuatan. Lalu bagaimana kesiapan Indonesia?
Diketahui, saat ini Indonesia memiliki berbagai satelit yang beroperasi guna mendukung kebutuhan telekomunikasi, penyiaran, dan internet. Satelit-satelit ini, memiliki peran penting dalam meningkatkan akses internet di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh infrastruktur telekomunikasi konvensional.
Kaitannya dengan penyelenggaraan APSAT, ASSI menjadi fasilitator untuk memberikan pemahaman tentang perkembangan bisnis satelit di Indonesia dan dunia agar regulator dapat mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung pertumbuhan dan kemajuan teknologi satelit.
Soal penyelenggaraan APSAT 2025, dijadwalkan berlangsung dua hari bertempat di Jakarta, pada 2-3 Juni 2025, dengan mengusung tema ‘Innovating Satellite Ecosystems: Unlocking Value through Collaboration, and Technological.
Konferensi ke-21 ini diikuti oleh berbagai pihak yang berkecimpung di bisnis satelit di kawasan Asia Pasifik untuk dongkrak teknologi dan kerja sama satelit di Indonesia. Yaitu berbagai produsen satelit, penyedia teknologi satelit maupun penyedia jaringan satelit. Beberapa diantaranya adalah Telkomsat, BAKTI, PSN, Thuraya, Kratos, GapSat, China Satellite Communication Co., Ltd, APT Satellite Company Ltd, SKY Perfect JSAT Corporation, Enterprise & Cloud, Asia-Pacific, SES. Mereka saling bertukar pandangan mengenai berbagai isu yang sedang mengemuka dalam ekosistem bisnis satelit.
Banyak isu yang dibahas dalam event ini, antara lain menyoroti industri satelit yang terus tumbuh kembang dengan berbagai aplikasi dan layanan yang semakin luas. Akan dibahas juga posisi Indonesia menghadapi persaingan yang semakin ketat di tengah makin banyaknya pelaku usaha yang ingin menguasai sektor ini. Mereka hadir beragam penawaran teknologi inovatif dengan keberlanjutan ekosistem saat ini. Sehingga pentingnya berbagai strategi seperti kolaborasi, akuisisi atau independensi muncul sebagai solusi yang potensial. Pada sesi pertama akan membahas berbagai tren utama dalam bisnis satelit, berbagai tantangan dan peluang yang akan datang serta berbagai strategi untuk menavigasi lanskap yang dinamis ini.
Dalam acara temu media Sabtu (31/05/2025), Kabid Kajian dan Pusat Data ASSI, Arifiandy Permata Veithzal, mengatakan, konferensi APSAT menjadi penting karena perkembangan teknologi satelit yang begitu cepat. Namun kata dia, infrastruktur telekomunikasi belum sepenuhnya merata ke wilayah pelosok. “Di APSAT 2025, ASSI bertekad membangun pemahaman tentang regulasi satelit itu. Kami ingin berkontribusi positif bagi industri satelit di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya,keberadaan Satelit sangat penting bagi Indonesia karena memungkinkan komunikasi dan penyiaran yang lebih luas, memantau perairan, mendukung pendidikan dan informasi, serta memperkuat integrasi sosial dan ekonomi. Keberadaan satelit juga menjadi kebanggaan nasional dan mendorong pengembangan teknologi lokal.
Hasil konferensi APSAT kali ini diharapkan akan bisa menjadi referensi awal bagi berbagai pihak yang terkait dengan entitas bisnis satelit, seperti regulator, komunitas bisnis, operator, akademisi maupun start-up yang bergerak di bidang satelit.
Sementara itu Sigit Jatiputro, Sekjen ASSI, menegaskan bahwa hingga saat ini, tantangan industri satelit juga menghadapi masalah bagaimana bisa memberikan layanan terbaik kota maupun pelosok. ASSI beriupaya mengumpulkan inovasi maupun business model untuk menghasilkan pendekatan pendekatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Menurutnya, peran satelit saat ini tinggal berapa persen di layanan telekomunikasi di Indonesia. “Ke depan bisnis satelit investasinya mahal, dan durasinya panjang,” katanya menambahkan.
Dalam APSAT 2025 juga akan disinggung soal meningkatnya permintaan akan konektivitas global yang begitu cepat. Dimana industri komunikasi satelit menghadapi tekanan yang semakin besar untuk mengintegrasikan berbagai teknologi satelit secara efisien. Di Panel ini juga akan membahas kemajuan dan inovasi terbaru dari produsen peralatan berbagai segmen, penyedia jaringan. Para ahli akan membahas bagaimana solusi yang muncul mengatasi tantangan interoperabilitas di seluruh konstelasi GEO, MEO dan LEO. Sesi ini akan menyoroti strategi untuk mengoptimalkan infrastruktur, memastikan ketahanan jaringan, dan menyederhanakan operasi multi-orbit, yang membuka jalan bagi ekosistem komunikasi satelit yang lebih terpadu.
Dibahas juga sektor mobilitas di Indonesia dengan bentang alamnya yang luas dan beragam, menawarkan potensi yang signifikan bagi bisnis konektivitas satelit. Tata letak geografis negara yang unik menghadirkan tantangan yang cukup besar bagi jaringan terestrial tradisional, menjadikan komunikasi satelit sebagai solusi penting untuk memastikan konektivitas yang andal di seluruh wilayah terpencil. Namun, penerapan layanan satelit di sektor mobilitas disertai dengan kendala seperti biaya operasional yang tinggi dan kebutuhan akan peralatan khusus yang mampu bertahan di lingkungan yang menantang. Selain itu, peningkatan permintaan layanan data yang cepat membutuhkan solusi satelit yang dapat diskalakan dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan operasi mobilitas yang terus meningkat.
Satelit LEO Ganggu Telekomunikasi Indonesia
Pandangan tersebut juga mengemuka dalam acara diskusi dengan pengurus pusat Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) di Jakarta, Sabtu, 31 Mei 2025.
Diketahui Satelit LEO (Low Earth Orbit) adalah satelit yang mengorbit bumi pada ketinggian rendah, dikhawatirkan akan mengganggu bisnis layanan telekomunikasi seluler di Indonesi.
Jika Pemerintah Indonesia meloloskan pengelola satelit orbit rendah berbisnis di Indonesia, hal itu juga akan mendisrupsi bisnis para penyedia layanan internet service provider (ISP) di Indonesia.
"Satelit LEO akan menjadi ancaman disrupsi teknologi seluler di Indonesia jika teknologi ini masuk ke Indonesia. Satelit LEO juga menjadi ancaman bagi teknologi ISP di Indonesia," kata Arifiandy Permata Veithzal.Satelit LEO adalah satelit yang mengorbit bumi pada ketinggian rendah, biasanya antara 500 hingga 2.000 km di atas permukaan bumi.
Satelit LEO memiliki sejumlah kelebihan seperti adalah latensi yang lebih rendah dan kecepatan transfer data yang lebih tinggi, menjadikannya ideal untuk aplikasi seperti komunikasi, penginderaan jauh, dan pemetaan.
Namun biasanya satelit LEO memiliki masa pakai lebih singkat hanya sekitar 5 tahun, dibandingkan satelit yang ditempatkan di orbit yang lebih tinggi.
Beberapa contoh aplikasi satelit LEO untuk mendukung kebutuhan penyediaan internet satelit broadband, pemantauan cuaca dan lingkungan, serta penginderaan jauh untuk pemetaan dan pengawasan.
Hal yang sama juga disampaikan Sigit Jatiputro, Sekjen ASSI, yang mengatakan, tekologi satelit saat ini berkembang sangat cepat. "Itu kita terima sebagai sebuah kenyataan dan ke depan solusi yang dihadirkan akan semakin beragam," ujar Sigit Jatiputro.
"Dari sisi space ekonomi seperti di luar negeri, ini bisa jadi pendorong. Di dalam negeri kita harapkan hal ini juga bisa terjadi melalui kolaborasi," imbuh Sigit.
Menurut dia, banyak faktor yang pendorong perkembangan teknologi satelit yang begitu cepat. "Driven factor-nya banyak seperti dari China, juga inisiatif satelit LEO," ungkapnya.
Dia menilai positif adanya inisiatif pemerintah daerah yang berambisi meluncurkan satelit untuk mendukung pembangan pembangunan ekonomi digital di wilayahnya, seperti disampaikan Pemerintah Provinsi Lampung yang berinisiatif meluncurkan satelit Lampungsat 1.
Menurut Sigit, keinginan seperti itu wajar karena seperti di luar negeri peluncuran satelit juga bisa dilakukan oleh Pemerintah daerah. "Di China, peluncuran satelit dilakukan oleh pemerintah daerah seperti dilakukan di Shanghai," kata dia.