Ratusan Industri Tekstil Tolak BMAD Benang POY dan DTY: Ancaman bagi Daya Saing dan UMKM Nasional

Oleh : Nina Karlita | Selasa, 20 Mei 2025 - 18:59 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta — Lebih dari 100 pelaku industri tekstil di Indonesia menyatakan penolakan terhadap rencana penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk benang filamen sintetik tertentu, yakni POY (Partially Oriented Yarn) dan DTY (Draw Textured Yarn), yang diimpor dari Tiongkok (RRT).

Rekomendasi tersebut sebelumnya diajukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), namun mendapat penolakan luas dari berbagai pihak dalam sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). 

Para pelaku usaha menilai kebijakan ini justru dapat menjerumuskan industri tekstil nasional ke dalam krisis yang lebih dalam.

Amril Firdaus, perwakilan dari PT Longdi Sejahtera Indonesia, dalam siaran persnya menyampaikan bahwa pengenaan BMAD akan memicu kenaikan harga bahan baku dan produksi, sehingga produk tekstil lokal sulit bersaing di pasar.

"Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, terutama bagi lebih dari 1 juta UMKM tekstil yang bergantung pada efisiensi bahan baku impor. Jika BMAD diterapkan, harga produk meningkat dan masyarakat tidak akan sanggup membeli," jelas Amril.

Selain itu, Amril juga mengingatkan bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan dampak lanjutan berupa persaingan usaha tidak sehat, meningkatnya impor bahan baku ilegal, sampai membanjirnya barang jadi bekas (thrifting).

"Penerapan BMAD dalam kondisi ekonomi global yang tidak menentu justru memperberat industri. Alih-alih melindungi, ini bisa jadi boomerang," tegasnya.

Sebanyak 101 perusahaan tekstil yang sebagian tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) secara resmi menandatangani petisi penolakan. 

Para pelaku usaha berharap agar pemerintah dan otoritas terkait dapat meninjau ulang kebijakan tersebut demi keberlangsungan industri TPT nasional yang selama ini menjadi penyokong besar lapangan kerja dan ekspor manufaktur Indonesia.