Refleksi Bersama, Membangun Ekosistem Kolaboratif Demi Menjawab Tantangan Global
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Yayasan Anugerah Cinta Kasih Sejati (ACKS) bekerja sama dengan KAFISPOLGAMA (Keluarga Alumni FISIPOL UGM) menyelenggarakan forum diskusi strategis Think Grow Inspire Fridays (TGIF) – Special Saturday Session bertema: "Menjawab Tantangan Perubahan Iklim dan Ekonomi Hijau: Perspektif Alumni dan Strategi UMKM Berkelanjutan."
Forum yang berlangsung secara daring ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pelaku UMKM, mahasiswa, akademisi, praktisi pembangunan, dan mitra pengembangan internasional. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang refleksi bersama, tetapi juga sebuah ajakan terbuka untuk membangun ekosistem kolaboratif demi menjawab tantangan global melalui kekuatan ekonomi lokal.
UMKM di Garis Depan Krisis dan Solusi Iklim
Sebagai penggerak ekonomi domestik yang menyumbang lebih dari 61% Produk Domestik Bruto (BPS, 2023), UMKM Indonesia memegang posisi vital. Namun di sisi lain, UMKM juga merupakan kelompok yang paling rentan terhadap disrupsi perubahan iklim. Ketergantungan pada proses manual, akses terbatas terhadap teknologi adaptif, dan infrastruktur produksi yang minim menjadikan UMKM sangat mudah terpukul oleh bencana iklim, perubahan cuaca ekstrem, atau gangguan distribusi.
Dia Mawesti, Project Manager Oxfam Indonesia, membuka paparannya dengan menyatakan bahwa perubahan iklim adalah "urgensi hidup yang nyata dan tidak proporsional dalam dampaknya." Kelompok masyarakat rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan komunitas pesisir adalah yang paling terdampak.
Dia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memahami bahwa ekonomi hijau tidak harus dimonopoli oleh korporasi besar. "Ekonomi hijau bisa, dan harus, dibangun dari level komunitas," tegasnya. Dia memberi contoh produk tengkawang dari Kalimantan yang diolah menjadi bahan kosmetik dan berhasil masuk pasar Eropa karena memiliki nilai pelestarian hutan.
Namun, ia menyoroti tantangan utama yang dihadapi: usaha komunitas masih berskala mikro, kurang riset dan inovasi, belum bankable, serta tidak terhubung dengan pasar. Dia menantang kampus, alumni, CSO (Civil Society Organization), dan sektor industri untuk membentuk "innovation hub" dan membangun ekosistem riset-produksi-pasar yang lebih terintegrasi.
Selanjutnya Ade Siti Barokah, Project Coordinator ENABLE, yang telah mendampingi UMKM lintas daerah selama lebih dari 20 tahun menegaskan bahwa "Ketika jalur distribusi terputus karena longsor, satu UMKM gagal mengirim pesanan ke buyer di Malaysia. Akibatnya bukan hanya kerugian satu kali, tetapi kehilangan kepercayaan jangka panjang." Ade menekankan bahwa peran organisasi masyarakat sipil (CSO) seperti ENABLE adalah untuk mengisi kekosongan pendampingan teknis, edukasi lingkungan, dan kapasitas produksi berkelanjutan. Ia menyoroti pentingnya model pelibatan yang benar-benar membina dari nol: "Bukan hanya mendampingi UMKM yang sudah jadi untuk dipajang, tapi membesarkan yang belum punya apa-apa."
Peluang Pasar Hijau dan Kompleksitas Sertifikasi Global
Dalam sesi penutup, Amalia S. Prabowo, President Director ExportHub.id, mengangkat peluang konkret dari sisi pasar: "Produk hijau bukan lagi tren, tapi keharusan. Pasarnya tumbuh 8,2% per tahun, dan diproyeksikan mencapai USD 9 triliun di 2030." Namun, ia menekankan bahwa proses ekspor produk hijau terlalu kompleks untuk dijalani UMKM sendiri. Prosedur panjang mulai dari legalitas, uji mutu, sertifikasi internasional seperti Fair Trade, Rainforest Alliance, EU Organic, Carbon Footprint hingga traceability membuat banyak pelaku kecil terhenti di tengah jalan. "Kolaborasi multipihak adalah satu-satunya cara. Pemerintah sebagai fasilitator regulasi dan sertifikasi. CSO memperkuat 3K: Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas. Swasta hadir membuka akses pasar melalui teknologi dan koneksi buyer global," tegas Amalia.
Ia juga menyampaikan bagaimana ExportHub.id mengintegrasikan big data, kecerdasan buatan (AI), dan platform digital untuk mendukung transformasi UMKM hijau berbasis teknologi.
TGIF: Gerakan Alumni untuk Perubahan Sistemik
Forum TGIF ini menjadi contoh nyata bagaimana alumni perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta dapat bekerja sama mendorong perubahan sistemik. Kolaborasi antara Yayasan Anugerah Cinta Kasih Sejati dan KAFISPOLGAMA menunjukkan bahwa keberlanjutan bisa dimulai dari ruang diskusi yang jujur dan bergerak menuju aksi kolaboratif.
Diskusi ini menandai sebuah pergeseran paradigma: bahwa pembangunan berkelanjutan tidak hanya tugas negara atau korporasi besar, melainkan tanggung jawab lintas generasi dan sektor.