Ini Capaian Daur Ulang Sampah Plastik Nasional

Oleh : Wiyanto | Rabu, 30 April 2025 - 17:18 WIB

INDUSTRY.co.id- Jakarta — Sustainable Waste Indonesia (SWI) bersama Indonesian Plastic Recyclers (IPR) meluncurkan hasil studi Recycling Rate Index (RRI) yang menghadirkan data terkini tentang capaian daur ulang sampah plastik nasional.

Kegiatan diseminasi yang digelar pada 29 April 2025, di Menara Caraka, Jakarta ini turut dihadiri Drs. Ade Palguna Ruteka, Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia serta Dr. Ir. Tri Ligayanti, S.T, M.Si, Direktur Industri Kimia Hilir & Farmasi, Ditjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.

Sampah plastik masih menjadi tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia. Melalui Peraturan Menteri LHK No. 75 Tahun 2019, pemerintah menargetkan pengurangan timbulan sampah dari produsen sebesar 30% pada tahun 2029. Target ini didorong melalui upaya daur ulang, penarikan kembali kemasan, hingga pemanfaatan ulang.

Industri daur ulang di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari konektivitas infrastruktur pengumpulan yang belum merata, ketidakseimbangan geografis, dampak fluktuasi harga plastik global, ketergantungan pada impor plastik, hingga kesulitan dalam mendaur ulang jenis plastik tertentu. Keterbatasan data juga masih menjadi kendala dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang tepat sasaran. Untuk menjawab kondisi tersebut, SWI dan IPR menyusun studi RRI untuk memberikan landasan berbasis data.

Studi dilakukan selama periode Juli hingga Desember 2024 dengan pendekatan hulu-hilir, metode pengumpulan data melalui wawancara sekitar 700 pelaku rantai nilai plastik dan data sekunder berdasarkan data pemerintah, BPS, dan literatur. Salah satu temuan dari studi ini menunjukkan kinerja daur ulang plastik di Indonesia yang cukup baik, dengan tingkat daur ulang plastik total dari sampah pasca konsumsi (PCR) yang tergolong moderat. Bahkan tingkat daur ulang sampah pasca konsumsi (PCR) termasuk tinggi untuk PET botol di 71% dan HDPE rigid di 60%. Angka tingkat daur ulang ini berada dalam tingkat yang baik dan telah meningkat secara signifikan berkat kolaborasi yang terjadi lintas pemangku kepentingan, termasuk berbagai inisiatif yang telah dilakukan industri.

Dini Trisyanti selaku Director dari SWI dan peneliti utama menilai inisiatif studi RRI sebagai langkah penting. “Kami percaya data yang akurat sangat krusial untuk memahami kondisi nyata di lapangan dan menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih tepat. Studi ini menunjukkan kontribusi daur ulang plastik dalam produksi resin plastik mencapai 19% dengan total nilai ekonomi mulai dari pengumpulan, agregasi hingga daur ulang plastik setidaknya mencapai Rp 19 triliun/tahun. Melihat dampak perekonomian dan pentingnya peran daur ulang plastik dalam pengelolaan sampah, diperlukan kolaborasi aktif lintas sektor—termasuk edukasi konsumen dalam memilah sampah dari sumber, transparansi pelaporan daur ulang secara nasional, serta inovasi teknologi untuk mendorong daur ulang plastik.”

Drs. Ade Palguna Ruteka, Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, mengapresiasi hadirnya studi ini sebagai bentuk kontribusi nyata dari sektor non-pemerintah. Ia menilai bahwa studi yang dijalankan oleh SWI tidak hanya melengkapi upaya yang telah dilakukan pemerintah, tetapi juga memberikan wawasan tambahan melalui hasil identifikasi dan analisa yang komprehensif. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan sebagai kunci untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang inklusif dan berkelanjutan.

“Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menargetkan penyelesaian 100 persen permasalahan sampah pada tahun 2029. Untuk mencapai target ambisius tersebut, telah disiapkan berbagai strategi pengurangan dan penanganan sampah, termasuk mendorong penerapan prinsip ekonomi sirkular dalam sistem daur ulang serta mendorong produsen untuk menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR). Tentunya, target ini tidak akan tercapai tanpa dukungan dari seluruh sektor,” tegas Ade kembali.

Inisiatif pengelolaan sampah telah berkembang di berbagai sektor, namun diperlukan kolaborasi dan sinergi lintas lembaga dan sektor untuk mengintegrasikan seluruh upaya tersebut dalam bentuk konkret. Beberapa diantaranya adalah keterbukaan data dan insentif kebijakan, baik fiskal maupun regulasi, yang akan sangat menentukan kemajuan industri daur ulang.

Tanggapan Perwakilan Industri Kemasan Berbahan Plastik Diskusi ini juga turut dihadiri beberapa perwakilan dari industri yang menghasilkan produk dengan kemasan berbahan plastik, di antaranya Unilever Indonesia, Nestlé Indonesia dan AQUA. Ketiganya menegaskan komitmennya untuk mengambil peran aktif dalam menangani sampah plastik di seluruh rantai bisnisnya.

Maya Tamimi, Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation menyampaikan bahwa Perusahaan terus berkomitmen untuk mengambil peran aktif dalam menangani sampah plastik di seluruh rantai nilai bisnisnya. Unilever Indonesia memiliki fokus yang kuat, jelas, terukur, dan sejalan dengan program pemerintah dalam hal pengurangan serta pengelolaan sampah plastik. Pada tahun 2024, Unilever Indonesia telah mengumpulkan dan mengelola 90,000 ton sampah plastik, lebih banyak dari yang digunakan untuk menjual produk-produknya. Upaya ini dicapai melalui jaringan bank sampah binaan, pengepul, TPS3R, dan Refuse-Derived Fuel (RDF). “Kami percaya kolaborasi adalah kunci menuju masa depan yang bebas sampah,” tegasnya.

Maruli Sitompul, Sustainability Delivery Lead Nestlé Indonesia juga menyampaikan langkah-langkah konkret yang telah diambil perusahaan, seperti penggunaan sedotan kertas di seluruh RTD (ready-to-drink) dan mendesain kemasan mereka menjadi kemasan daur ulang (monomaterial packaging). Selain itu, Nestlé Indonesia juga melakukan pengumpulan sampah plastik sejumlah kemasan plastik yang mereka produksi/pakai. Untuk ini, mereka bekerja dengan para pengepul, pendaur ulang, dan TPS3R.

Nestlé Indonesia juga mendukung infrastruktur pengelolaan sampah dengan 10 MRF/TPS3R di Karawang melalui kolaborasi dengan KSM Sahabat Lingkungan dan pemerintah lokal. TPS3R ini mampu melayani hingga 6,000 rumah tangga di sekitar Karawang. “Nestlé Indonesia terus mengupayakan untuk mencari solusi kemasan yang berkelanjutan. Kami percaya bahwa dengan pendekatan yang tepat, keberlanjutan dan keamanan produk bisa berjalan seiring. Untuk itu diperlukan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak seperti private sector, pemerintah, dan masyarakat,” ujar Maruli.

Di kesempatan yang sama, Astri Wahyuni, Public Affairs and Sustainability Director AQUA, menyampaikan bahwa ekosistem daur ulang di Indonesia terus berkembang di tengah tantangan seperti kualitas input dari sampah tercampur, harga produk RPET yang masih tinggi, dan kebutuhan insentif bagi pelaku. “Saat ini, 75% produk AQUA sudah sirkular melalui galon guna ulang, lebih dari 96% kemasan dapat didaur ulang, dan seluruh produk mengandung hingga 25% material daur ulang. AQUA juga membangun berbagai infrastruktur daur ulang, mulai dari bank sampah hingga Recycling Business Unit (RBU). Sebagai inovator kemasan 100% rPET melalui AQUA Life sejak 2018, kami berharap pemerintah menyiapkan kebijakan yang memperkuat solusi sistemik dan menjamin kesempatan yang sama bagi pelaku industri daur ulang di Indonesia,” jelas Astri.