Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag: Program Hutan Wakaf Perkuat Ekoteologi dan Ekonomi Umat

Oleh : Kormen Barus | Sabtu, 22 Maret 2025 - 12:14 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta– Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Waryono Abdul Ghafur, M.Ag., menegaskan bahwa Program Hutan Wakaf bukan sekadar inisiatif lingkungan, tetapi juga bagian dari implementasi ekoteologi pendekatan yang menghubungkan ajaran agama dengan pelestarian alam. Program ini mendorong pemanfaatan lahan wakaf sebagai solusi ekonomi berbasis ekologi, sekaligus meneguhkan peran Islam dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

Dalam paparannya di Ruang Rapat Lantai 9, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Jakarta, pada 20 Maret 2025, Prof. Waryono Abdul Ghafur menekankan bahwa ekoteologi menempatkan manusia sebagai khalifah yang bertanggung jawab atas keberlanjutan alam.

“Ekoteologi menegaskan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya kewajiban sosial, tetapi juga bagian dari ibadah. Islam mengajarkan bahwa manusia harus memelihara keseimbangan alam. Melalui Program Hutan Wakaf, kita menerjemahkan ajaran ini dalam aksi nyata dengan mengembangkan kawasan hijau berbasis wakaf,” ujar Prof. Waryono Abdul Ghafur.

Kota Wakaf sebagai Pusat Pengembangan Ekoteologi

Sebagai bagian dari implementasi program, Kementerian Agama bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan mitra terkait telah menggelar roadshow di empat Kota Wakaf, yaitu Wajo (Sulawesi Selatan), Gunungkidul (DI Yogyakarta), Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Padang (Sumatera Barat). Kota-kota ini menjadi percontohan bagaimana ekoteologi dapat diwujudkan dalam tata kelola wakaf produktif yang berdampak bagi masyarakat dan lingkungan.

1. Wajo, Sulawesi Selatan

Dengan alokasi 5 hektar lahan wakaf, Wajo memulai langkah awal dalam mengelola sumber daya alam berbasis wakaf. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah skema pembiayaan dan kesiapan nazhir sebagai pengelola. Oleh karena itu, Kemenag menekankan pentingnya pendampingan teknis dan penguatan kapasitas nazhir agar program ini dapat berjalan secara berkelanjutan.

2. Gunungkidul, DI Yogyakarta

Gunungkidul menjadi pionir ekowisata berbasis wakaf, dengan alokasi 7 hektar lahan. Karakteristik tanah yang cocok untuk pohon jati membuat program ini berpotensi menghasilkan dampak ekonomi jangka panjang bagi masyarakat. Namun, keberlanjutan program membutuhkan model bisnis yang kuat serta kesepakatan tertulis antara para pihak terkait.

3. Tasikmalaya, Jawa Barat

Dengan 30 hektar lahan wakaf, Tasikmalaya memiliki skala terbesar dalam Program Hutan Wakaf. Namun, tantangan utama adalah biaya investasi yang tinggi. Oleh karena itu, Kemenag mendorong digitalisasi pengelolaan wakaf berbasis GIS (Geographic Information System) dan crowdfunding sebagai solusi untuk meningkatkan transparansi serta keterlibatan masyarakat.

4. Padang, Sumatera Barat

Di Padang, konsep Program Hutan Wakaf masih dalam tahap advokasi karena status tanah yang berupa tanah ulayat. Kemenag menekankan bahwa dialog dengan pemangku adat menjadi langkah krusial sebelum menentukan luas lahan yang dapat digunakan. Selain itu, regulasi terkait pemanfaatan tanah ulayat untuk wakaf perlu diperkuat agar program ini bisa berjalan dengan baik.

Ekoteologi sebagai Fondasi Program Hutan Wakaf

Program Hutan Wakaf sejalan dengan konsep ekoteologi, yang telah menjadi salah satu prioritas Kementerian Agama dalam beberapa tahun terakhir. Dalam praktiknya, ekoteologi diwujudkan dalam berbagai program, seperti:

• Penghijauan kawasan rumah ibadah

• Gerakan penanaman satu juta pohon

• Pendidikan berbasis ekoteologi di berbagai lembaga keagamaan

“Ekoteologi bukan hanya teori, tetapi harus diterjemahkan dalam aksi nyata. Program Hutan Wakaf adalah bentuk nyata bagaimana Islam mengajarkan keberlanjutan lingkungan melalui instrumen wakaf. Ini bukan hanya tentang menanam pohon, tetapi juga tentang membangun kesadaran kolektif bahwa menjaga bumi adalah tanggung jawab spiritual dan sosial kita,” tambah Prof. Waryono Abdul Ghafur.

Komitmen Kementerian Agama untuk Keberlanjutan Program

Ke depan, Kementerian Agama berkomitmen untuk memperkuat sinergi multi-pihak, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, hingga masyarakat, agar Program Hutan Wakaf dapat menjadi model keberlanjutan lingkungan berbasis agama. Digitalisasi pengelolaan wakaf juga akan menjadi fokus utama, guna meningkatkan transparansi dan keterlibatan publik.

“Program Hutan Wakaf adalah langkah strategis dalam membangun ekonomi berbasis ekologi. Dengan pendekatan ekoteologi dan dukungan seluruh elemen masyarakat, kita dapat mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan penuh berkah,” tutup Prof. Waryono Abdul Ghafur.