200 Tahun Perang Jawa: Pangeran Diponegoro, Martabat Bangsa yang Abadi
INDUSTRY.co.id - Jakarta — Dua abad pasca Perang Jawa, Pangeran Diponegoro tetap dikenang sebagai tokoh yang memelopori perlawanan bermartabat terhadap kolonialisme.
Dalam acara puncak peringatan 200 tahun Perang Jawa yang digelar Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), warisan nilai-nilai perjuangan Diponegoro kembali digaungkan.
Dalam pidatonya, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut Diponegoro sebagai simbol penyatuan rakyat dan pemimpin. “Beliau adalah surya di tengah gelapnya penindasan. Semangatnya menghidupkan tekad rakyat untuk melawan dengan kehormatan,” ungkap Sultan.
Tema besar “Martabat” yang diangkat Perpusnas menjadi penegasan bahwa perjuangan di masa kini adalah perjuangan untuk menjaga harga diri dan identitas bangsa melalui literasi.
Kepala Perpusnas E. Aminudin Aziz menjelaskan, institusinya mengemban peran sebagai penjaga ingatan kolektif bangsa, sebagaimana disebut oleh UNESCO sebagai lembaga “Memory Institutions”. Dalam hal ini, program Pemajuan Naskah Nusantara digagas sebagai langkah nyata untuk menghidupkan kembali khazanah keilmuan dan budaya Indonesia yang tertuang dalam manuskrip-manuskrip kuno.
“Kami ingin menjadikan naskah-naskah lokal bukan hanya benda koleksi, tetapi sumber kreativitas dan inspirasi generasi muda,” kata Aminudin.
Dalam forum refleksi bertema “Demi Martabat Bangsa”, sejarawan Peter Carey menggambarkan Diponegoro sebagai pemimpin teladan yang teguh pada nilai moral. “Ia melihat politik sebagai amanah, bukan peluang. Kepemimpinannya adalah contoh integritas tanpa kompromi,” jelasnya.
Sementara itu, Roni Sadewo, cicit ketujuh Diponegoro, menyampaikan bahwa perang yang dilakukan sang leluhur lebih merupakan jalan spiritual menjaga martabat bangsa. “Beliau bukan pecinta perang, namun seorang penjaga prinsip yang ingin hidup sesuai nilai dan ajaran agama,” ungkap Roni.
Ahmad Ginanjar Sya’ban, peneliti manuskrip Islam Nusantara, menyampaikan bahwa literatur sufistik menjadi bagian dari pembentukan karakter Diponegoro. “Beliau sangat terpengaruh oleh pemikiran spiritual seperti dalam al-Tuhfah al-Mursalah, yang membentuk integritasnya,” urainya.
Dosen sejarah UNY, Eka Ningtyas, menyebut bahwa Diponegoro kini telah menjadi warisan bangsa, bukan hanya milik orang Jawa. “Semangatnya adalah spirit bangsa untuk membangun kepemimpinan yang kuat dan bermartabat,” tandasnya.
Peringatan ini juga menjadi panggung bagi generasi muda untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian sejarah melalui lomba esai dan poster digital bertema Perang Jawa.