Surya Agung Bawa Kabupaten Sleman Mendunia Lewat Salak

Oleh : Nina Karlita | Sabtu, 31 Mei 2025 - 22:55 WIB

INDUSTRY.co.id - Terlahir dari keluarga petani salak di Sleman Yogyakarta, tak membuat Surya Agung (49) sekedar bertani. Ia membuktikan kreativitasnya, kebun salaknya bisa menjadi tempat wisata favorit. Sementara salak dan hasil olahannya bisa ia kirim ke berbagai negara. 

Hebatnya lagi Surya berhasil memberdayakan ratusan petani dan keluarganya di Kabupaten Sleman, untuk menambah kesejahteraannya dengan ikut membuat olahan salak yang ia pasarkan. 

Berbagai jenis salak asal Desa Kenteng, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, memang sudah terkenal. Tak heran sebagian besar warga desa tersebut merupakan petani salak. Surya sendiri juga merupakan petani salak di desa tersebut. Kakek dan ayahnya sudah bekerja sebagai petani salak.

Meraih gelar Sarjana Teknologi Informatika di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta tak membuatnya segan blusukan di kebun salak. Jadilah sejak 1994, ia resmi sebagai petani salak.

Di tangan Surya, salak hasil perkebunan warga di desanya bisa dimaksimalkan. Ia membentuk kelompok tani di desanya pada 2002. Sebagai ketua kelompok tani, Surya memberikan edukasi bagaimana meningkatkan produksi dan kualitas salak.

Hasilnya, salak mereka berhasil menembus sejumlah pasar modern.

"Tahun 2006 kami menandatangani kontrak untuk memasok salak ke Hypermart, lanjut ke swalayan Yogya, dan tahun berikutnya ke Carrefour," katanya saat dihubungi Industry.co.id baru-baru ini.

Permintaan terus meningkat. Surya meningkatkan kelompok taninya menjadi Asosiasi Petani Salak Indonesia Merapi (APSIM), dengan jumlah anggota yang berasal dari seluruh Kabupaten Sleman. Saat ini ada lebih dari 40 kelompok tani yang tergabung dalam APSIM.

Akhirnya salak mereka tak hanya semakin meluas di seluruh Indonesia. tapi juga menembus pasar ekspor ke berbagai negara. Tiongkok dan Australia adalah beberapa negara yang sudah menjual salak APSIM.

Sukses dengan buah salak, Surya kemudian melirik potensi lain di desanya. Apalagi desanya masih masuk dalam kawasan Yogyakarta yang tingkat kunjungan wisatawannya sangat tinggi, Surya merasa kebun salaknya bisa menjadi salah satu destinasi favorit para pelancong di Yogyarkata.

Ia membangun berbagai fasilitas yang bisa dinikmati pengunjung di lahan kebun seluas 27 hektar milik keluarganya.

"Tahun 2011 kami sudah membuka wisata alam sekaligus edukasi dengan tema agrowisata dengan buah salak sebagai buah khas Kabupaten Sleman," kata Surya.

Di sini pengunjung bisa melakukan berbagai aktivitas bersama kerabat, keluarganya. Menyusuri perkebunan salak, memetik salak, makan-makan, camping, outbond, dan kegiatan seru serta edukatif lainnya.

Mendapat banyak kunjungan wisatawan, Surya berpikir agar mereka tak sekedar membawa buah salak sebagai oleh-oleh. Tapi juga makanan olahan dari salak. Surya mengajak kaum ibu di desanya untuk membuat berbagai hasil olahan salak.

"Jadi suaminya berkebun, istrinya membuat olahannya. Kita ajarkan mereka membuat olahannya, termasuk pengemasan yang menarik," kata Surya.

Hasil olahannya bervariasi. Dari keripik salak, dodol salak, bakpia salak, manisan salak, kerupik salak, aneka minuman dari olahan salak, dan lainnya.

Awalnya hasil olahan tersebut hanya bisa dinikmati wisatawan yang berkunjung ke kebunnya. Namun kemudian ia perluas pasarnya ke toko oleh-oleh yang tersebar di Yogyakarta dan Magelang.

"Satu jenis produk sehari bisa terjual 100 pack isi 50 gram. Salak sebanyak 10 kilogram bisa menghasilkan 1 kilogram keripik," beber Surya.

Surya mengaku produk olahan salaknya belum optimal penjualan onlinenya di ecommerce. Namun ia bisa menerima pesanan lewat akun Instagram @omahsalak ke sejumlah daerah di Indonesia.

"Balik lagi itu mas, kita masih pada gaptek. Belum begitu paham penjualan online," kata Surya tersenyum.

Tak hanya itu, jumlah produksi olahan salak yang masih terbatas juga membuat Surya belum berani menerima orderan ekspor. Padahal, permintaan dari berbagai negara sudah cukup tinggi.

"Wisatawan asing yang datang dari berbagai negara sudah banyak yang minta untuk diekspor ke negara mereka. Seperti Singapura, Jepang, Korea dan lainnya. Untuk memenuhi permintaan mereka dalam jumlah banyak dan rutin perlu investasi mesin. Sementara kami masih produksi rumahan," kata Surya.

Ke depan Surya mengaku sudah memikirkan akan memenuhi permintaan ekspor tersebut. Saat ini ia sedang melakukan pembenahan untuk bisa memenuhinya. Termasuk mencari investor yang bisa membantunya memenuhi kebutuhan mesin produksi.

Kisah Surya Agung dengan Omah Salak sejalan dengan semangat UKM yang ingin mendunia. Seperti Furiyanti, pelaku usaha camilan Kata Oma Telur Gabus, yang berhasil membawa resep keluarga dari tahun 1980 hingga ekspor ke mancanegara sejak 2018.

Inovasi, konsistensi, dan pemberdayaan komunitas menjadi kunci. Omah Salak dan Kata Oma menjadi bukti bahwa produk sederhana asal desa bisa menjadi luar biasa di mata dunia.

Omah Salak dan Kata Oma Telur Gabus telah membuktikan, dengan inovasi, produk yang sederhana bisa menjadi luar bisa. Bahkan mendunia. Ayo UKM, tunggu apa lagi?