Pemerintah Diminta Tolak Usulan BMAD: Industri Tekstil Terancam, PHK Massal Mengintai
INDUSTRY.co.id - Jakarta – Usulan penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor benang filamen sintetis menuai sorotan tajam. Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Fernando Emas, mendesak pemerintah agar menolak usulan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) tersebut.
Menurutnya, kebijakan ini bisa berdampak buruk pada industri tekstil dalam negeri, memicu penutupan pabrik, dan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
"Jika BMAD diberlakukan, industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) akan sangat terbebani. Padahal benang filamen seperti POY (Partially Oriented Yarn) adalah bahan baku utama yang vital," ujar Fernando yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Rumah Politik Indonesia.
Ia menjelaskan, kebutuhan POY industri tekstil dalam negeri mencapai 257 juta kilogram per tahun. Namun, produksi nasional hanya mampu menyediakan sekitar 141 juta kilogram, meninggalkan kekurangan sebesar 115 juta kilogram yang selama ini ditutupi melalui impor.
Penerapan BMAD yang dikenakan antara 5,12% hingga 42,3% akan semakin menyulitkan pelaku industri memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut.
"Dampaknya tidak hanya dirasakan industri besar, tetapi juga UMKM. Ada lebih dari satu juta UMKM dan lebih dari 5.000 perusahaan menengah dan besar yang akan terdampak langsung," ungkapnya.
Fernando memperingatkan, kekurangan bahan baku bisa menyebabkan penurunan produksi, penghentian operasional pabrik, dan ujung-ujungnya PHK. Saat ini, terdapat sekitar 3 juta karyawan yang menggantungkan hidup pada industri TPT. Bila pabrik-pabrik ini tutup, risiko PHK besar-besaran menjadi sangat nyata.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa kebijakan ini justru bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang bertekad menjadikan Indonesia sebagai negara industri dan menciptakan 19 juta lapangan kerja.
"Jika pemerintah tetap memaksakan BMAD, akan muncul ketidakpercayaan publik terhadap kepemimpinan Prabowo. Ini juga bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan citra pemerintah," tegas Fernando.
Dalam data yang disebutkan, lebih dari 50 perusahaan tekstil telah gulung tikar dalam dua tahun terakhir akibat tekanan operasional. Fernando menegaskan bahwa angka ini bisa melonjak drastis jika usulan BMAD disahkan.
"Saya menduga bisa saja ada agenda terselubung dari perusahaan tertentu untuk meraup keuntungan pribadi melalui usulan ini," ujarnya.
Dirinya berharap pemerintah bersikap bijak dan menolak usulan BMAD demi melindungi industri tekstil dalam negeri serta menjaga kestabilan ekonomi dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
"Dukungan pemerintah terhadap industri tekstil akan menunjukkan komitmen nyata Presiden Prabowo dalam menjaga keberlangsungan dunia usaha dan mencegah PHK massal," pungkasnya.