Meningkatnya Perkembangan Industri Halal di Indonesia

Oleh : Robert Barus | Selasa, 11 Juli 2017 - 14:10 WIB

Ilustrasi label halal di restoran. (Geography Photos)
Ilustrasi label halal di restoran. (Geography Photos)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Meningkatnya permintaan konsumen para produk halal, telah mendorong naiknya investasi dan perdagangan pada industri tersebut, bukan saja perusahaan-perusahaan lokal, tetapi juga perusahaan multinasional. Perkembangan pasar industri halal yang demikian pesat di dunia telah mencuri perhatian pemerintah dan pelaku usaha di banyak negara.

Bukan hanya negara-negara muslim tetapi juga negara-negara berpenduduk mayoritas non-muslim. Meningkatnya minat masyarakat dunia untuk mengkonsumsi produk halal, bukan hanya didorong oleh motivasi keyakinan, tetapi juga karena kualitas produk halal yang memang semakin baik. Baik dari aspek etika, kesehatan, keamanan, dan keramahan terhadap lingkungan (eco-friendly).

Core (Center of Reform on Economics) Indonesia, melalui para ekonomnya yaitu, Akhmad Akbar Susamto, Ph. D , Muhammad Ishak, Mohammad Faisal, Ph.D, berkeyakinan, bahwa peluang Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi halal semestinya sangat besar. Apalagi Indonesia saat ini merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

Indonesia juga memiliki sektor-sektor halal yang sangat potensial untuk dikembangkan seperti makanan-minuman, fesyen, jasa keuangan, dan pariwisata. Meskipun demikian, Berdasarkan data Thomson Reuters tahun 2016, skor indikator ekonomi Islam Indonesia berada di urutan ke-10, sementara Malaysia berada di urutan pertama.

Meskipun industri makanan dan minuman serta industri fesyen dapat dikatakan cukup maju, industri lain seperti industri keuangan, industri farmasi dan kosmetik, industri pariwisata masih sangat ketinggalan. CORE menggarisbawahi empat hal yang patut menjadi perhatian pemerintah agar industri halal di negara ini dapat berkembang lebih pesat.

Pertama, pemerintah perlu menyusun peta jalan pengembangan industri halal. Peta jalan tersebut menjadi penting sebagai guideline bagi pemerintah dan pelaku usaha serta pihak-pihak terkait untuk terlibat dalam industri ini.

Hal yang dicakup dalam peta tersebut antara lain strategi pengembangan sektor-sektor andalan, payung hukum yang dibutuhkan, infrastruktur pendukung, pengembangan lembaga riset halal, serta penguatan peran lembaga standardisasi dan sertifikasi halal.

Kedua, percepatan penyusunan regulasi terkait industri halal terutama non-keuangan. Hingga saat ini payung hukum untuk industri non-keuangan masih belum jelas. Berbeda dengan industri keuangan syariah yang telah memiliki sejumlah regulasi dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Undang-undang Jaminan Produk Halal yang disahkan tahun 2014 lalu, hingga saat ini belum memiliki peraturan turunan. Padahal target dari Undang-undang tersebut maksimal tahun 2016.

Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang diamanatkan oleh UU harus terbentuk tahun ini juga belum ada kabarnya. Jika demikian, kewajiban bagi seluruh produk non-farmasi yang beredar harus halal pada tahun 2019, terutama produk farmasi berpeluang besar tidak dapat diimplementasikan.

Kalaupun target tersebut dianggap terlalu sulit, maka perlu segera dilakukan revisi. Dengan demikian, industri halal non-keuangan segera memiliki payung hukum yang jelas.

Ketiga, penguatan dan perluasan peran lembaga sertifikasi halal. Lembaga sertifikasi halal yang saat ini masih dikelola MUI hingga BPJPH terbentuk, harus dijadikan sebagai lembaga yang efisien dalam melayani industri baik yang berskala nasional maupun internasional.

Proses sertifikasi harus mampu mendukung pertumbuhan industri, dan bukan malah menjadi beban terutama dari sisi biaya maupun proses yang rumit.

Lembaga ini perlu menggalakkan edukasi dan pelatihan terutama produsen. Salah satunya tujuannya adalah mencetak auditor halal yang kompeten di masing-masing perusahaan.

Khusus bagi UMKM, pelatihan tersebut perlu diperluas pada peningkatan produksi secara efisien, pengepakan, pelabelan, hingga dalam masalah pemasaran dan branding.

Selain itu, lembaga tersebut harus mampu membuat standardisasi untuk berbagai industri seperti industri jasa perjalanan, hiburan dan pariwisata, sehingga tidak hanya terbatas pada barang-barang konsumsi seperti makanan dan minuman, kosmetik dan obat-obatan.

Keempat, kebijakan pengembangan industri halal harus disinergikan dengan upaya percepatan pengembangan industri domestik. Beberapa industri yang saat ini yang masih bergantung pada impor dan juga belum cukup siap untuk mengikuti standar halal, seperti pada industri farmasi dan industri kosmetik, perlu mendapatkan perhatian serius.

Hampir 90 persen produk bahan baku obat di Indonesia diimpor dari negara lain, terutama dari negara-negara non-muslim.

Selain itu, sejumlah bahan baku obat masih mengandalkan produk-produk non-halal baik karena keterbatasan produk halal maupun karena alasan lebih ekonomis.

Sebagai contoh, 44% produk gelatin masih berasal dari babi, sisanya dari sapi baik tulang (27%) dan kulit (28%) dan lainnya (1%). Namun demikian, produk gelatin babi dianggap lebih ekonomis karena lebih murah, lebih estetis, dan lebih tahan lama.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan industri halal dapat menjadi sumber baru pertumbuhan ekonomi domestik yang saat ini masih relatif lamban.

Pada tahun 2015 belanja produk dan jasa halal mencapai lebih dari US$1,9 triliun, tumbuh 6% dari tahun sebelumnya. Pengeluaran makanan dan minuman mencatat penjualan terbesar dengan nilai US$1,2 triliun.

Selanjutnya, pakaian (US$243 miliar), media dan rekreasi (US$189 miliar), travel (US$151 miliar) dan obat-obatan dan kosmetik (US$133 miliar). Di saat yang sama, total aset sektor keuangan syariah ditaksir sebesar US$2 triliun.

Ekonom CoreIndonesia, Akhmad Akbar Susamto, Ph. D,menjelaskan, meningkatnya permintaan konsumen para produk halal, telah mendorong naiknya investasi dan perdagangan pada industri tersebut, bukan saja perusahaan-perusahaan lokal, tetapi juga perusahaan multinasional.

Unilever, Nestle, Kelloggs, Cargill merupakan beberapa perusahaan mutlinasional yang telah mengembangkan produk halal. BASF, perusahaan kimia terbesar di dunia, telah mengantongi 145 sertifikasi halal untuk produk pembersih wajah, sabun dan detergen.

Sementara itu, Nike, produsen utama pakaian olahraga dunia, juga telah berencana meluncurkan hijab khusus untuk olahraga.

Beberapa negara saat ini telah mengambil inisiatif untuk mengambil peluang dari perkembangan industri halal. Pada tahun 2013, Uni Emirat Arab, telah mendeklarasikan diri sebagai pusat ekonomi halal. Korea Selatan, telah menetapkan visi untuk menjadi pusat pariwisata halal global.

Thailand yang terkenal dengan mottonya: Kitchen of the world, saat ini telah menjadi eksportir makanan halal terbesar dunia. Sementara Malaysia, yang tercatat sebagai negara dengan ekonomi halal paling maju, telah menetapkan diri sebagai Global Halal Hub. Ironisnya, sebagai negara dengan pasar halal terbesar di dunia, Indonesia malah ketinggalan dalam pengembangan industri ini.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita

Kamis, 25 April 2024 - 15:40 WIB

Di Ajang Business Forum Hari Kedua Hannover Messe, RI Pamerkan Keunggulan dan Inovasi Teknologi Industri

Paviliun Indonesia dalam Hannover Messe 2024 kembali mempersembahkan Business Forum untuk mendorong kolaborasi dan kerja sama antara para pelaku industri di dalam negeri dengan negara-negara…

PempekRoyal

Kamis, 25 April 2024 - 15:05 WIB

Siap Support Franchisee di Seluruh Indonesia, PempekRoyal Hadirkan Solusi Bisnis Makanan Tidak Tergantung Chef

Bisnis makanan seringkali mengalami kendala chef mengundurkan diri, dan ketika terjadi pergantian chef, rasa berbeda, maka jumlah konsumen menurun. Di luar itu, juga ada resiko membuang produk…

Dok. Kommo

Kamis, 25 April 2024 - 14:45 WIB

WhatsApp Chatbot dari Kommo: Hadir Karena Kesadaran akan Pentingnya Menghadirkan Solusi Fleksibel untuk Bisnis

Perubahan lanskap bisnis dewasa ini telah menuntut adaptasi yang cepat dari perusahaan-perusahaan di berbagai sektor. Dengan berkembangnya teknologi dan perubahan perilaku konsumen, bisnis tidak…

PINTU Gelar Ethereum Meetup Indonesia

Kamis, 25 April 2024 - 14:41 WIB

Road to Devcon Ethereum Akan Diselenggarakan di Asia Tenggara, PINTU Gelar Ethereum Meetup Indonesia

PT Pintu Kemana Saja (PINTU), platform jual beli dan investasi crypto kembali melanjutkan rangkaian Road to Devcon Ethereum 2024 setelah di tahun 2023 lalu melakukan roadshow ke tiga universitas.

Dwidayatour Carnival 2024

Kamis, 25 April 2024 - 13:27 WIB

Dwidayatour Gelar Dwidayatour Carnival presented by.Mandiri di Gandaria City

Memasuki tahun ke-8, Dwidayatour Carnival presented by Mandiri digelar kembali. Pameran produk wisata yang kerap ditunggu-tunggu para pecinta travel ini akan kembali digelar di Gandaria City,…